Ellin bag:2

 
Kamu harus minta maaf, anggap saja semua kesalahan kamu, Nu,” komentar Dodo saat Kinu nggak mampu lagi merahasiakan masalahnya.
“Aku juga bermaksud begitu. Anak-anak sih….”
“Lalu, tunggu apa lagi?” sahut Bim.
“Di mana dan kapan aku harus melakukannya, yang penting supaya masalahnya nggak tambah besar,” ujar Kinu sambil membayangkan bagaimana reaksi teman-temannya kalau mereka tau dia menemui Elin dan bicara baik-baik dengan cewek itu untuk minta maaf. Bisa terjadi gempa bumi di sekolahan!
“Datang aja langsung ke rumahnya, besok kan malam Minggu,” usul Bim.
“Malam Minggu?”
“Iya, datang saja, aku setuju, malam Minggu kan bukan spesial buat pacaran, tapi karena gak ada pe-er,” tambah Dodo sok tau sambil cengengesan.
Kinu menimbang-nimbang sesaat, karena nggak ada jalan lain yang terbaik, akhirnya Kinu menyetujui usul dua sohibnya.
Dodo dan Bim kasihan juga melihat Kinu, bagi mereka Kinu bisa menggaet cewek mana pun, tapi Kinu nggak pernah memanfaatkan kegantengannya untuk memacari banyak cewek.
Sabtu malam Minggu, Kinu sudah berada di depan rumah Elin. Rumah ortu Elin megah dan mentereng, bergaya mediterania, halamannya ditata dengan berbagai aneka tanaman yang serba indah dengan lampu taman yang menyala di beberapa sudutnya. Kontras dengan pemilik yang tinggal di dalamnya, terutama Elin, pikir Kinu.
Dengan dada berdebar debar Kinu memasuki gerbang yang terbuka, seakan baru saja ada kendaraan yang masuk pulang bepergian, dia tak tahu harus permisi kepada siapa karena tidak ada orang menjaga pagar juga tidak ada anjing galak, lalu sampai di depan pintu, Kinu berdoa dalam hati kemudian memencet bel, tangannya bergetar.
Cuma beberapa detik Kinu termangu-menunggu, lalu terdengar kunci pintu diputar. Mata Kinu terbelalak.
Di hadapannya berdiri seorang cewek seperti bidadari turun dari kayangan tersenyum ke arahnya. Tapi belum sempat Kinu membalas senyum itu, sang tuan rumah kembali menarik senyumnya begitu dia tahu siapa yang datang, bahkan tarikan senyumnya itu sedemikian tajamnya sehingga membentuk cemberut yang sadis nian.
“Ada apa, Nu?” suara Elin datar tapi lembut. Suara yang begitu dikenal Kinu, suara Elin, tapi mungkinkah…?
“Masuk, Nu….”
Kinu yakin itu adalah suara Elin, lagipula siapa yang dia kenal di rumah ini selain Elin. Saking bengongnya sampai Kinu tak menghiraukan ajakan gadis itu untuk masuk ke dalam.
Gadis itu mengulanginya kembali.
“Ayo masuk, Nu.”
Kinu tersadar, diikutinya langkah gadis itu menuju ruang tamu yang tergolong mewah, tapi Kinu tak tertarik untuk memperhatikannya, dia benar-benar lebih tertarik pada gadis yang menemuinya itu. Dia sedikit ragu, benarkah…?
“Ka… kamu… Elin kan?” akhirnya terlontar rasa penasarannya, mata Kinu menatap tak berkedip.
Yang ditatap cuma tersenyum mengangguk.
Kinu meneguk liurnya, tak tau apa yang harus dilontarkannya sebagai pembuka kata. Hanya matanya yang masih lekat memancar pujian kagum tak percaya.
Elin yang ada di depannya sungguh sangat jauh berbeda dengan yang ditemuinya sehari hari di sekolah. Hidungnya yang mancung sempurna kini nampak jelas karena kacamata setebal pantat botol cocacola itu tidak lagi nangkring di atasnya, dan ternyata Elin dapat berjalan dengan baik tanpa kacamata itu. Matanya tampak begitu cerah dan hidup, berwarna kebiru-biruan yang lembut seperti mata bule.
Rambut yang biasa dikepang dua itu pun kini telah rapi dan lurus karena direbonding, lepas tergerai. Lebih indah lagi terlihat kala dia menggerakkan kepala, rambut itu pun ikut bergerak gerak indah sekali. Tank top yang dipakainya jelas membuat dia ternyata memiliki body yang seksi, anting-anting bundar berwarna pink membuat wajahnya semakin bersinar indah.
Sampai beberapa jenak kebisuan berlangsung, hingga Elin merasa jengah dipandangi Kinu terus menerus.
“Ada apa sih, Nu?”
Kinu tersadar.
“Hm… anu, anu… Aku….” Kinu gelagepan. “Ehm… aku ke sini ada perlu….”
“Perlu apa?”
“Ehm, aku kesini, mau meminta maaf sama kamu.” Plong perasaan Kinu, akhirnya terlepas juga beban yang dipikulnya beberapa hari terakhir ini.
Elin tertunduk, terus terang dia sakit hati dengan ulah Kinu, karena dia telah jadi bahan tertawaan di sekolah, hingga tadi pulang sekolah dia mendadak ke optic bersama mamanya membeli contact lens dengan sistim sepuluh menit, juga ke salon. Elin berharap mereka tak menertawakannya lagi.
“Iya deh, aku memafkanmu,” jawab Elin lirih, bagaimana pun juga dia menghargai sikap Kinu yang mau mengakui kesalahannya.
Kinu mengangguk-angguk, senang sekali dia. Suasana jadi sedikit lebur, Kinu tersenyum, Elin pun tersenyum.
“Tapi El, aku memang benar-benar tertarik sama kamu,” kata Kinu lagi, ia sendiri pun heran, kenapa dia bisa tiba-tiba lancar begitu.
Elin jadi tersipu-sipu mendengar pernyataan Kinu, namun dia tahu Kinu benar-benar tertarik sejak lama kepadanya.
“Kamu ini aneh, Nu, cewek norak dan kuno begini kok ditaksir?”
“Kamu nggak norak dan kuno, El. Coba saja kamu ke sekolah sekarang tanpa kacamata dan rambut kepangmu, pasti banyak yang setuju dengan pendapatku, bahwa kamu sebenarnya cantik sekali. Jadi aku nggak salah tertarik sama kamu, kan?”
Lagi-lagi Elin tersipu, tiba-tiba saja banyak bunga mekar di hatinya mendengar ucapan Kinu itu.
“Tapi aku lebih suka pakai kacamata dan rambut kepang kalau ke sekolah, nanti rambutku akan kukepang. Dan contact lens-nya kulepas.”
“Kenapa?” Kinu heran, ada cewek yang nggak mau kelihatan cantik, gimana sih?
Tapi apa jawab Elin.
“Lebih aman dan tenang dengan penampilan begitu, Nu.”
Hmm… bener juga, pikir Kinu. Dengan penampilan norak, pasti nggak banyak cowok yang usil. Belajar bisa aman dan tenang. Elin benar-benar cewek yang “beda” pikir Kinu.
“Mm…” Kinu tiba-tiba serba salah, tiba-tiba dia takut Elin akan banyak dapat godaan setelah penampilannya berubah.
“Ada apa, Nu?” tanya Elin melihat Kinu gelisah.
“Bolehkan aku setiap malam Minggu ke rumahmu? Tapi kalau kamu pake kacamata itu lagi dan rambut kepang ke sekolah, nggak apa apa, asal setiap malam minggu aku melihatmu seperti ini,” ujar Kinu dan tak sabar ia ingin segera mendengar jawaban Elin.
Elin tersipu, mereka saling berpandangan. “Ya liat aja nanti,” jawab Elin penuh arti.
Kinu merasa lega, YESS! Teriaknya dalam hati, tapi Kinu berharap Elin datang ke sekolah dengan penampilan seperti malam ini, agar teman-temannya bisa melihat siapa Elin yang sebenarnya.
Kinu yakin teman-temannya nanti pasti bilang, kalau dia tidak salah sudah memilih Elin, si gadis cantik yang sengaja menyembunyikan kecantikannya.


anekayessonline.com

0 komentar:

Posting Komentar